Sabtu, 14 Maret 2015

Post : Natan Pigai
“Begitu sangat mahalnya harga dari sebuah kata penghargaan itu terucap keluar dalam hati diantara kita orang Mee. Dan ini terjadi di seluruh kabupaten yang ada di wilayah Meuwodide. Akibat tak menghargai apa yang dilakukan orang lain membuat kita orang Mee taputar di tempat, baku tuding sana sini. Alangkah baiknya kita belajar kepada semut agar kita tau menghargai orang lain”
Catatan ini ditulis dari pengalaman hidup selama 7 (tujuh) tahun yakni dari 2008 hingga 2015, tinggal dan menetap di negriku wisellmeren, tepatnya di kota enarotali. Telah banyak hal yang kujalani di negriku. Menjalani hidup apa adanya di kota tua ini. Mulai menjalani profesi jadi tukang ojek, gabung jadi anggota panwaslu distrik, PNS dan bergabung di dunia kuli tinta, Jurnalistik. Saat bergabung di dunia kuli tinta sejak awal 2011, banyak hal yang telah kudapati dari pengalamanku bergabung di dunia ini.
Telah banyak kutemukan tembok tembok yang tertanam puluhan tahun lamanya antara kelompok, golongan, marga, batas wilayah dan lain lain. Sekat itu sangat kuat dan susah untuk mendobrak agar dapat menembus pagar beton yang telah tertanam begitu kuat dari generasi ke generasi. Petak itulah yang disebut Ideologi egoisme individual.
Paham tersebut membuat jurang pemisah yang sangat dalam hingga tak dapat temukan alasnya. Sedih, melihat realitas ini yang terjadi dikehidupan masyarakat yang disebut intelektual hingga ke akar rumput.
“Mahalnya sebuah kata penghargaan terucap keluar dari dalam hati kepada orang lain”
Kalimat tanda kutip diatas inilah yang menjadi bahan refleksiku selama tinggal dan menetap di negriku sendiri. Jarang kutemukan orang orang yang bisa menghargai hasil karya orang lain, hanyalah sebagian kecil orang yang dapat mengakui apa yang baik dibuat oleh orang lain.
Bekerjasama
Bekerjasama
Hal itulah yang sangat berdampak buruk dikehidupan social masyarakat yang ada di wiselmerren, Paniai. karakter keras kepala, tak bisa saling mendengar pendapat orang lain, hanya pendapat saya yang benar kalian tidak. Inilah sekelumit persoalan yang ada dalam diri kita orang Mee. Itulah yang disebut kekerasan non fisik yang pastinya berujung pada kekerasan fisik. Hal ini tak hanya terjadi di Paniai saja, namun di seluruh wilayah meuwodide seperti di Deiya, Dogiyai dan Nabire.
Banyak dari kita orang Mee lebih memfokuskan pikiran kita ke hal hal yang tidak kita inginkan misalnya menceritakan kejelekan orang lain, meghakimi orang lain atas kesalahannya dan hal hal yang negative. Bukannya, hal hal baik atau positif yang dilakukan orang lain. Ideologi seperti itulah yang membuat Indeks Pembangunan Manusia IPM di wilayah Meuwodede sangat mengkwatirkan.
Merendahkan diri
Setelah menghabiskan waktu begitu banyak merenungi akan persoalan ini kurang lebih selama 4 (empat) tahun, baru kusadari bahwa kunci untuk membongkar ideologi tersebut adalah hanya dengan satu kalimat ini “Merendahkan Diri” inilah kunci dari jawaban hasil renunganku selama ini.
Merendahkan diri berarti kita menghargai hasil karya apa saja hal baik yang telah dilakukan oleh orang lain. Saling menghargai itu sangat penting kita junjung tinggi bersama sama, karena hanya dengan tindakan tersebut perubahan akan pemulihan di negri kita pasti terwujud. Ini kalimat kunci agar kita keluar dari krisis yang melanda seluruh wilayah Meuwodide.
saling-mengasihi-dan-menghormati
saling-mengasihi-dan-menghormati
Mari kita bersama sama memberikan dukungan kepada siapa saja dia yang melakukan hal hal baik. Ini sangat penting sekali kita lakukan demi terwujudnya sebuah perubahan di wilayah kita. Tak ada cara lain selain metode ini.
Tidak terlalu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan pembangunan disegala bidang ke apa saja yang menjadi keinginan kita bersama sama demi terwujudnya kejayaan hidup yakni jadi tuan di negeri sendiri. Jadi, mari kita mulai melaksanakan satu kalimat kunci jawaban dari persoalan yang melilit kita. Itu sudah kunci jawabannya, Tidak ada jalan lain untuk keluar dari sekelumit persoalan yang terjadi di seluruh wilayah Meuwodide ini, selain kunci jawaban tersebut yakni merendahkan diri.
“Itu sudah solusi terbaik yang wajib kita pegang, renungkan dan melaksanakannya dalam kehidupan tiap diri kita terlebih dahulu, di keluarga, tetangga, lingkungan disekitar kita dan dimana saja kita berada”
Merendahkan diri wajib menjadi motto kita bersama sama dikehidupan kita orang Mee. Hal tersebut harus menjadi renungan kita bersama sama agar kita dapat melakukannya dikehidupan sehari hari, baik itu di rumah, sekolah, tempat kerja dan dimana saja kita berada.
Saya percaya, Ugatame pasti bekerja keras bersama kita untuk mewujudkan pemulihan secara total di seluruh wilayah Meuwodide ini karena Tuhan memegang perkataanNya sendiri yakni mewajibkan kita untuk “Merendahkan Diri”.

Enarotali, 150306
Sumber : http://www.humaspemdapaniai.com/opini/mahalnya-harga-untuk-sebuah-ucapan-penghargaan.html
Mahalnya harga sebuah ucapan Penghargaan
21.28.00

Mahalnya harga sebuah ucapan Penghargaan