Kamis, 12 Maret 2015

Location Village Uwodege,Paniai.Papua
KAMPUNG HALAMAN
Post : Kerinduan Hati

Sudah lama blog ini tidak terisi dengan entry baru. Suram sunyi dibuatnya. Kadang kala keinginan ada, tapi masa pula tidak mengizinkan. Kadang-kadang bersemangat untuk menulis, tetapi benda lain pula dibuatnya. Macam-macam ragam hidup ini. Kampung halaman adalah sebuah tempat paling indah di dalam hidup kita. Di saat kita merantau mengadu nasib di luar kota atau kampung halaman kita, tentu saja kita pernah merasakan rindu terhadap suasana kampung halaman mungkin karena suasana yang sangat indah dan pemandangan nya bagus. Sudah lama rasanya tak bersama masyarakat kampung Uwodege di sini. Dulu dan kini, banyak perubahannya. Kata orang, suasana kampung ini, boleh merehatkan indah kita seketika, setelah banyak “kerja” yang bertimbun di tempat belajar. Mungkin ada benarnya juga. Tetapi, sebagai aktivis dakwah ini, kata orang kerjanya setiap masa. Masa indah pun ada di kampung ini. Kini tinggalkan sebentar “program”, kertas kerja,  dalam perkuliaan ini masalah dan perkara yang sewaktu dengannya di tempat sepatutnya. Kita bercerita tentang suasana kampung kita sahaja dulu.                             
Jauh sudah kaki ini melangkah, teringat akan "kampung halaman" membuat hati makin gundah. hanya ingatan yang kian menjadi, saat kerinduan itu datang. kampung tercintaku, tunggulah aku pulang.

“Kemanapun aku pergi, bayang-bayangmu mengejar.
Bersembunyi dimanapun, slalu engkau temukan.
Aku merasa letih, dan ingin sendiri.. (Ebiet G.Ade )

                   
                     Tiada Negeri Paling Indah,Selain Kampung Halaman

Saya rasa kita semua akan setuju dengan ini,Negeri yang paling indah adalah negeri dimana pernah suatu waktu darah kelahiran bersimbah dengan tubuh semasa bayi ketika kita dilahirkan dari rahim Ibu kandung.Tak ada lagi negeri,tak ada lagi lokasi kenangan paling berkesan selain kampung tempat pertama kali kita berkelana di dunia ini. Dimanapun kita berada saat ini,di seluruh pelosok dunia, di segala tempat nun jauh di perantauan,suatu waktu kerinduan ke kampung halaman akan Anda rasakan.

Dinamisnya kehidupan membuat beberapa orang harus setengah terpaksa meninggalkan kampung kelahiran.Banyak motivasinya meninggalkan kampung kelahiran,ada yang karena tuntutan pekerjaan,studi mencari ilmu,dibawa oleh pasangan hidup yang berbeda kampung atau karena ingin merubah nasib lalu merantau ke segala pelosok dunia. Namun setelah kita sukes,setelah kita berhasil baik berhasil pendidikan,mendapat ilmu beserta gelar dan titel yang berderet-deret misalnya.Atau ketika sudah berhasil mendapatan harta dan jabatan,akan tidak "puas' jikalau kampung halaman kita tidak mengetahuinya.Atau akan kurang kepuasan hidup jika suksesnya kita tidak ada kontak atau terlalu jauh bahkan meninggalkan kampung halaman.

Berbeda jika setelah merantau,pergi berkelana lalu berhasil dan sukses lahiriah batiniah,lalu bisa berkumpul bersama handai taulan dan sanak keluarga,suksesnya terbawa ke kampung halaman dan bisa berjasa untuk warga kampung halaman,atau dalam lingkup lebih luas bisa berjasa bagi sesama satu negeri,maka kesuksesan yang diraih kita akan berbeda "rasa puas'nya. Akan merasakan kepuasan tersendiri jika sukses kita bisa dinikmati di kampung halaman sendiri,baik secara domisili,bertempat tinggal atau bisa berjasa nyata memajukan warga,keluarga dan daerah kampung kelahiran.

Mungkin dari ada rasa inilah yang kemudian selalu ada budaya "mudik' pulang kampung bagi banyak orang yang merantau.Dan ketika di kampung maka akan lebih puas jika mudiknya membawa kesuksesan,baik sukses secara pribadi maupun suskes bersama keluarga. Indah sekali kalau kita sukses lalu bisa tetap tinggal di kampung kelahiran,mengabdi kepada negeri,berkarya bagi sesama,menebar manfaat kepada semua umat dan dengan tetap bertempat tinggal di kampung sendiri.Terutama di tanah asal kelahiran kita ketika baru mengisi dunia fana ini.

Salam rindu kampung buat semua pembaca.
Semoga kita bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi banyak sesama, minimal bisa manfaat bagi warga sekampung tanah kelahiran kita. Salam.


“Ramai orang yang boleh hidup dalam taat mengigat kampung halaman nya, tetapi sangat susah kalau pendidikan yang memisahkan kita”
POST : BMP - JOGJA 2013
Kenangan Di Kampung Halaman
10.01.00

Kenangan Di Kampung Halaman

Free West Papua
A Tale of a Flag
1 Desember 2013 pukul 5:57

This is a tale about a flag named "Bintang Kejora, or Morning Star.
As with other flags ever created, it symbolizes identity and conveys particular messages the creator would like other people that see it to understand.
But unlike other flags, the Morning Star flag is different. Its creation rendered the power outside of it to repress the identity and message it wants to convey. It conversed sovereignty into sufferings, as more and more human bodies, the West Papuans, have to be ill treated or persecuted of being accused of committing wrong to the Indonesia state.
What is right, human rights, then turned out to be very wrong for the power that rule the territory. Unlike other flags ever raised in other areas in Indonesia, such as the Yogyakarta Kraton flag, the raising of Morning Star is subversive to the very fundamental base of Indonesia’s territorial unitary state, or Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

December the 1st, each year, marked the conversion of the flag. Fifty two years ago, the Dutch who colonized the territory called Dutch New Guinea gave the recognition to the flag to raise together with the Nethelands’ national flag, and marked the commitment for the Dutch to prepare the transition for independence. The flag raised high to the sky but only lasted for two years, before Indonesia state banned it. And so it has never been up again, to tell the world about peace and sovereignty. Every West Papuan who tried to raise it will bare the consequences of loosing his lives either in prison or in grave. Or perhaps in none of those places when both life and body are unknown their whereabouts such as tens to hundreds of West Papuans that went missing after military tanks and personnel crushed a gathering of the flag raising led by Filep Karma in Biak, 1998.
It was a Papuan named Tom Beanal, with ninety-nine other Papuans, who loudly state that the day when the flag was first raise, 1st of December, is the day of West Papuan independence. He said it in front of Habibie, Soeharto’s  successor as the President of the Republic of Indonesia. A scholar, Richard Chauvel, notes that the perception of the flag’s raising on that particular date in the then new political transition in Indonesia gave a new meaning for a nationalist identity of the West Papuans, and convey a message for a new hope for independence (Chauvel, 2005).
In 2001, the then President Abdurrahman Wahid, allowed the flag to rise again that year. The Papuans were overwhelmed with joy and new hopes, despite of the facts of their self-proclaimed leader Theys Eluay were jailed by Indonesia’s authority (which then released and murdered in the same year).

The next story is again dark and dishearten.The Bintang Kejora has again conversed from a symbol for sovereignty any human need to continue his/her life, into a symbol of the oppressed body, the body full of sins of being itself and thus eligible to be destroyed by the power that rule over it. Every body and soul, who wish to see this piece of cloth with a picture of morning star perform its symbol of sovereignty, will add to more stories of grievances. At the same time, this flag has become more and more strongly wave up in every Papuan’s heart, as hopes for sovereign souls and nation becomes stronger each day.
At the flip side of the coin, the flag is more and more threatening for Indonesian authority. Every years before and during 1st December the central government overly reacted to their own insecurity by deploying thousands of military and police personnel to Papua. It’s for the sake of the security of the Indonesian power, indeed, not for the West Papuans, by showing off power and brutally suppresses anyone who has the intention to raise the flag. Anyone.
This year, since the last few weeks before1st of December, already 33 activists members of Komite Nasional Papua Barat (KNPB or National Committee for West Papua) has been arrested and local media Tabloid Jubi reported intimidation against four of its journalists. Amnesty International reported the strong indication of torture and other formsof ill treatment they have in detention, and extrajudial killing against some of the activists (Amnesty International, 2013). The last few days when I’m writing this, already several shootings were reported in some areas in Papua.

No willingness for any peace dialogue by the Indonesian government has ever expressed. Instead, the choice is always by force and new promises. But no beautiful promises from the central government can ever compensate every injured and destroyed body of the West Papuans who gave their lives to see the flag up in the sky all these times. Not even a promise of a new special autonomy scheme called ‘Otsus Plus’, nor the recent decision by Indonesian parliament to dissolve Papua into another 33 districts and three new provinces. A small numbers of local elites, unfortunately, would trade these souls with such promises, abandoning justice and dignity the rest of the West Papuan people have been struggled and sacrifice all these time. 

Justice, dignity, and sovereignty. These are the message every soul in Papua wish to convey throughthe.recognition of the Morning Star flag.

FREE WEST PAPUA
Bintang Kejora, or Morning Star
09.52.00

Bintang Kejora, or Morning Star

Photo-love-friendship-3
Bila cinta didusta, tak perlu ditangisi. Relakan saja, biarkan ia pergi. Cinta itu logika, bukan hanya hati. Ketika kamu putuskan tuk memilih cinta, sama seperti memiliki pedang bermata dua. Bisa melindungi, atau menyakiti Tak perlu orang yang sempurna, karena yang kamu butuhkan adalah dia yang memperlakukanmu dengan baik dan selalu ingin bersamamu. Ketika dua hati tulus mencinta, tak ada waktu yang terlalu lama, tak ada jarak yang terlalu jauh, karena mereka tahu apa artinya setia. Cinta harus berasal dari hati.  Maka jika tidak dari hati, jangan pernah berucap bahwa kamu mencinta. Jika seseorang bahkan tak berusaha menyediakan waktunya untukmu, kamu harus berani memutuskan tuk berhenti mengharapkannya. Hidup terlalu singkat jika terus mengenang cintamu di masa lalu, disaat kamu bisa menciptakan cerita baru dengan yang mencintaimu. Wanita yang pintar tahu bagaimana mencintai seorang pria, tapi wanita yang pernah terluka tahu siapa yang pantas dicinta. Dalam cinta, berhati-hatilah dlm berkata, karena meski amarah menguasai logika, hatimu takkan berhenti merindukannya. Salah satu keputusan tersulit dalam cinta adalah ketika kamu harus memilih untuk bertahan atau melepaskan.

Tak ada cinta yg harus disembunyikan. Jika kamu harus melakukan itu hanya tuk bahagia, cintamu tak pantas dipertahankan. Dalam cinta, jangan menunggu orang yg tepat menghampiri hidupmu. Lebih baik jadilah orang yg tepat yg menhampiri hidup seseorang. Semua orang tahu bagaimana mencinta, tapi hanya sebagian orang yg tahu bagaimana tetap tinggal di satu hati tuk jangka waktu yg lama. Cinta berarti tanpa jarak. Ketika aku mengucapkan "Aku cinta kamu", tidak ada jarak antara hatiku dan hatimu. Selamat malam cinta. Jika cinta ungkapkan saja, katakan apa yang kamu rasakan. Jangan peduli kata orang lain karena hidup ini kamu yang menjalani. Lebih baik mencintai seseorang yang jauh tapi sangat menginginkan kebersamaan daripada seseorang yang dekat tapi tak peduli Jangan pernah membandingkan orang disekitarmu, terlebih orang yg kamu cintai. Tak ada manusia yg sempurna.

Cintai apa adanya. Hidup itu seperti permainan. Bukan untuk memenangkannya, tp memberi yg terbaik dan menikmati permainannya. Hal terbaik yg bs dilakukan wanita utk pria yg ia cintai adl memastikan bhw pria tsb lbh dr segalanya yg bs dibeli dgn uang. Hal terbaik yg bs dilakukan pria utk wanita yg ia cintai adl memastikan bhw wanita tersebut adl prioritas & tujuan hidupnya. Jika kamu habiskan waktu yakinkan orang yg tak cintaimu untuk mencintaimu, kamu kehilangan waktu untuk dicintai orang yg mencintaimu. Cinta tidak egois, tak juga memaksa. Ketika kebahagiaan orang yg kau cinta lebih penting daripada kebahagiaanmu. Itu CINTA. Mencintaimu memang membutuhkan ketulusan, tulus mencintaimu & tulus merelakanmu pergi dari hidupku Aku itu orangnya memang pendiam, diam-diam jatuh cinta kepadamu & diam-diam aku menahan perih karenamu. Jarak adalah sebuah test.

Dimana bisa menguatkan bisa juga menghancurkan... Jatuh cinta denganmu adalah hal yg mudah. Tapi untuk tetap mencintaimu perlu usaha keras... Ladies, kecantikan fisik hanya akan mendapat perhatian dari mata, tetapi kecantikan kepribadian akan mendapat perhatian dari hati. Jangan kembali pada dia yg telah buatmu terluka, hanya karena kamu tak sabar menunggu dia yg mampu buatmu bahagia. Dalam cinta, kamu tak perlu MENCARI orang yang tepat, tapi yang kamu perlukan adalah MENJADI orang yang tepat bagi dia yang kamu cinta. Jika kamu tak mau belajar mencinta, maka kamu nanti akan terbiasa membenci. Dan, suatu saat kamu akan bingung membedakan keduanya. *=
Cinta Itu Indah
09.46.00

Cinta Itu Indah

Post : Yan Christian Warinussy
Appalling’ Papuan human rights record has worsened in past decade, says advocate. The rights to freedom of expression and freedom of speech in the Land of Papuahave worsened in the past 10 years as a result of the repressive situation caused by the government of the Republic of Indonesia, both systematically and well as structurally. This is the result of the repressive activities of the security  forces, the Polri (police) and the TNI (army).

This is what happened  when the security forces attacked people after the closing session of the Third Papuan People’s Congress  in October 2011 in Jayapura as well as the attacks by the security forces against peaceful demonstrators on 6 June 1998 near the Water Tower in Biak.  As for structural violations, the Indonesian government has made use of a number of regulations by force to prevent ordinary people from publicly expressing their opinions regarding the political situation and the injustices experienced by Papuans as a result of the developmental activities that are now occurring. 

For example, the government used articles 106,108 and 110 of the law on procedural matters, that is to say the Penal Code, to punish  every action undertaken peacefully by Papuans to draw attention to the lack of social justice being experienced by Papuan civilians. Take for instance, the Aimas case on 30 April 2013 when Isak Kalaibin  and six colleagues  were charged with treason in Sorong as a result of which Apotos Sewa and a number of his colleagues were subjected to questioning non-stop for twelve hours  without being accompanied by lawyers. and they were then ordered  to report themselves regularly to the authorities. There was also the case of the abuse by two women police  officers of three women of the Mbaham Mata Tribe on 15 August 2013

Lack of Freedom 
(Executive director of the human rights organisation LP3BH)
All these cases are evidence  of the lack of freedom of expression which is being experienced structurally and systematically by Papuan people. All this has been happening as the result of lack of information everywhere about the situation in Papua. As a senior lawyer and defender of human rights in the Land of Papua, I call on the Indonesian government to recognise that the human rights situation in Papua is quite appalling. 
And the longer this situation continues, political awareness  will grow within the community as well as an awareness across the world that the Indonesian government should respect the rule of law and democracy – the basic rights that are universally recognised. 
Human Rights of West Papua
09.38.00

Human Rights of West Papua

Dok. Makewa Pigai (Ekonomi Owaada)
Pemberdayaan Ekonomi Owaada
Oleh : Benny Makewa Pigai, SE

Kita semua melalui orang tua bahwa Agama dan Pemerintah masuk ke daerah Pegunugan Tengah Paniai, melalui dan diatas nilai-nilai luhur social dan ekonomi, dia hadir diatas nilai itu dan berkembang diatas, dan kita juga dibentuk diatas itu.  Tetapi mengapa nilai-nilai itu hancur salah satu penyebab adalah hancurnya nilai-nilai budaya dan juga ada penyebab-penyebab lain. Penyebab itu antara lain datang dari dalam dan juga ada yang datang dari dalam masyarakat.Masalah-masalah yang menyebabkan adanya hambatan dalam dan juga dari luar, karena ada masalah yang kami ciptakan sendiri oleh kita untuk menghancurkan jati diri kita sendiri, dan juga ada hal yang datang dari luar. Sejak Papua bergabung dengan Indonesia, daerah ini diatur dengan pola ekonomi yang diatur oleh Soekarno, ia membuka PD.Irian Bakti, masyarakat menerima karena masuknya melalui pola yang pernah dipakai oleh Belanda, dimana pada saat itu masyarakata pergi membeli barang di tempat PD.Irian Bakti tersebut hal ini merupakan upaya sadar Presiden Soekarno agar masyarakat menerima ekonomi Pancasila, tetapi model ekonomi ini memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk dapat mendirikan CV/PT dan Koperasi, hal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bersaing secara tidak sehat, hal ini membuat orang Papua lumpuh, tidak dapat berjalan secara ekonomi. 
Yang kedua, trauma DOM (Daerah Operasai Militer) di Paniai, karena adanya upaya penyisiran terhadap TPN/OPM oleh ABRI, maka terkadang membuat menjadi takut untuk bekerja di kebunnya, karena takut akan dipukul atau di interogasi, yang ketiga, Dalam Pemerintah Suharto, rencana Pembangunan 25 tahun diharapkan masyarakat akan mencapai masyarakat tinggal landas, tetapi kenyataannya hanya janji-janji palsu, pada akhirnya pada tahun 1998, beliau lengser dari jabatannya yang berikutnya kita punya pejabat asli Papua juga mempunyai sifat seperti itu, kita punya pejabat Papua tetapi mereka berhati Jawa, Batak, dan berhati orang lain.

Pada waktu pemerintahan Gubernur Fredi Numberi, beliau bertekat membangun birokrasi semua adalah orang Papua, tetapi tidak dilakukan. Sekarang pada masa kepemimpinan Gunernir Barnabas Suebu, dengan konsep membangun Yamoye Tabir Papua'ns Baru apapun model Pemberdayaan dipakai kemiskinan akan berjalan terus, tetapi kalau Suebu (Gubernur) ingin membangun/memberdayakan masyarakat Mee maka harus menggunakan konsep Pemberdayaan Ekonomi Owaada dan kalau untuk membangun orang mari menggunakan ekonomi nduni atau wamuja untuk membangun orang moni, kalau membangun orang dani dengan pola ekonomi pilamo.

Kalau dilihat program TURKAM Gubernur Bas Suebu itu hanya janji-janji palsu, 100t- juta yang diberikan tidak akan memberikan hasil yang sangat berartu. Pada masa kepemimpinan Yannuarius Douw dengan motto Aweta Ko Enaa Agapida, pada masa itu beliau tidak pernah memberdayakan Lembaga Adat, karena hal-hal ini harus dibicarakan oleh lembaga adat tetapi berhasil menyiapkan kader. Pada jaman ini kami berada pada era kepemimpinan dengan visi Menuju Paniai Baru, sekarang menjadi pertanyaan bahwa Aweta Ko Enaa Agapida dan Paniai Baru ini untuk siapa? Dalam situasi seperti ini kita diperhadapkan pada suatu situasi dimana kita mau memberdayakan masyarakat dengan pola budaya, agar membangun dirinya sendiri, dengan birokrasi yang dipenuhi oleh orang-orang yang bukan asli Paniai dan tidak memahami budaya Paniai. Orang Paniai sedang diberikan makan oleh saudara-saudara pendatang, kita diberi ikan, sayur, dll dari mereka yang datang, telah menjadi tuan rumah di Paniai. Sedangkan kita yang asli menjadi tamu dirumah kita sendiri.

Oleh karena itu kita bicarakan tentang pemberdayaan masyarakat, jika kita mau mengembangkan masyarakat maka haruslah dimulai dari dan diatas budayanya, seorang Filsuf dari komunis pernah berkata jika ingin menghancurkan sebuah bangsa maka hancurkan dulu budayanya. Masalah-masalah sedang terjadi karena kita telah lupa dengan budaya kita sendiri, saat ini kita sedang dalam krisis hidup. Mari kita lihat gerakan ekonomi pendatang yang selalu kita lihat mereka berhasil. Hal yang pertama, harus kita pikirkan sekarang ini kami berada pada posisi apa? Kita harus jujur bahwa selama ini kami sedang terkurung tetapi kami tidak bisa tinggal diam begitu saja, tetapi kami harus mencari tahu bagaimana caranya agar kami dapat keluar dari kurungan ini.

Pemberdayaan Masyarakat haruslah dibuat sebaik mungkin agar dapat menjadi berkat bagi masyarakat bukan menjadi kutukan bagi masyarakat. Dalam melakukan Pemberdayaan Masyarakat terdapat juga gerakan-gerakan yang menghambat:

a). Membanding usaha-usaha milik masyarakat pribumi, ada beberapa kios dihancur oleh masyarakat yang dibayar oleh pihak lain.
b). Masyarakat dihinabobokan dengan beras JPS. JPS itu baik, tetapi membuat orang jadi malas kerja, BBM.
c). Tanah-tanah dikampung banyak tumbuh rumput.
d). Pegawai pribumi jika membuat cros selalu dikatakan korupsi, Pejabat ini cari uang, dengan ini kita sedang saling menjatuhkan.
e). Kami disebut sebagai buaya-buaya hidup, kami membeli yang terbaik, penyetor yang terbaik, tetapi kami disebut buaya-buaya hidup, karena kami membeli dan konsumsi ayam potong. Kedepan apa yang harus kita buat agar kami disebut buaya-buaya hidup.
f). Banyak saudara kita yang membangun istana di Paniai dengan menguasai perekonomian dan perdagangan, sedang kita hanya buat saling menjatuhkan antara satu orang dengan orang lain.
g). Kita orang Paniai adalah seorang penjual yang sangat murah hati ditanah Papua, kalau pedagang asli menjual saudara-saudara pendatang tidak membeli, mereka mendatangkan sayur dari luar Paniai, ini suatu cara penjajahan ekonomi karena tidak laku mereka bawah pulang nota. Ada juga masyarakat kalau ditawar oleh sesama orang Paniai mereka tidak mau tetapi, kalau ditawar oleh saudara lain mereka dengan terbuka akan memberinya.

Orang Paniai menindas orang Paniai masalah yang umum terkait dengan ekonomi di Paniai adalah jaring penghubung itu bolong, sehingga masuk ke jaring pendatang, jaring yang saya maksudkan adalah Usaha Ekonomi karena tidak ada Usaha Ekonomi maka uang yang beredar tidak tertangkap baik oleh masyarakat tetapi oleh pendatang. Dengan kondisi seperti ini apa yang kita bisa berbuat untuk hidup kita, kita tidak bisa berbuat banyak tetapi kita kembali kepada Emawa/Nduni/Ndone karena ditempat ini menurut orang tua berfikir merencanakan dan melaksanakan segala aspek kehidupan.

Sekarang bagaimana kita mengangkat pembangunan yang berpola budaya? Pada tahun 2005 kami telah menawarkan pola Ekonomi Owaada dalam pmerintah Paniai, tetapi sekarang tidak jalan tetapi syukur karena Gereja Katholik sudah mengangkat pikiran itu melalui Musyawarah Pastoral (MUSPAS) diWagethe dan ISSP sedang mengangkat pemberdayaan Owaada. Pola ini akan menjadi pola pemberdayaan masyarakat Paniai/model Pemberdayaan akar rumput pola ini langsung kepada pemberdayaan ekonomi keluarga, karena menanami bunga-bunga hidup, sehingga pola ini bisa menjadi pola Pemberdayaan Papua secara umum, karena sudah ada dua lembaga telah mengangkat, kalau ini kita kembangkan menjadi Lembaga Ekonomi Rakyat (LER), sama seperti dahulu dibuat oleh Indonesia dengan pola koperasi.

Pengembangan Owaada dan Wamuja haruslah menjadi pilihan untuk Pemberdayaan Ekonomi masyarakat, pemberdayaan itu haruslah dilakukan oleh sebuah lembaga yang menerapkan SISTEM SIMPAN PINJAM. Pola simpan pinjam ini masyarakat meminjam kepada kelompok sebesar Rp.100.000 dengan bunga Rp.20.000 dan digunakan sesuai dengan kebutuhan: memelihara ayam, buat kebun, atau apa saja dengan itu dia membangun Owaadanya, dia bangun kebunnya, bangun Firdaus kecil dirumahnya, kita harus tahu tidak ada suku lain yang sama seperti suku Mee/Ekagi.
Firdaus yang dulu dikenal itu ada di Owaada, oleh karena itu Owaada adalah Firdaus yang kecil bagi masing-masing keluarga. Disitu Allah Hadir untuk manusia, sehingga wajar kalau sekarang cara berfikir kita tidak seperti dulu karena tempat mengambil/fikiran sudah tidak ada, Firdaus kecil atau Owaada sudah tidak ada, ekonomi hancur karena Owaada tidak ada, karena kita harus bangun Owaada dikeluarga kita masing-masing, kalau kita bisa bangun maka kita bisa menjadi tuan dikampung kita sendiri. Hal ini kalau tidak dilakukan akan menjadi kegagalan dari Lembaga Adat, Agama dan Pemerintah dalam memberdayakan masyarakatnya. 

Dalam rangka Pemberdayaan maka pemerintah berkewajiban untuk memberdayakan gereja dan lembaga adat dengan memberikan dana secukupnya untuk sekolah ISSP siap untuk memberikan pendampingnya yang secukupnya sehingga tercapainya konsep antara Gereja, Adat dan Pemerintah dalam rangka Pemberdayaan ekonomi Rakyat berpola Owaada/Waluja, disitulah dapat diangkat budaya kerja yang benar, tepat sasaran dan tepat guna, karena kami ditempatkan oleh Tuhan ditempat yang bergunung-gunung ini untuk bekerja, tetapi budaya kerja sudah luntur. (MKW-PANIAI)
Masyarakat Berpola Ekonomi Owaada
05.31.00

Masyarakat Berpola Ekonomi Owaada