Jumat, 06 Maret 2015

Media dan Mediasi Budaya
19.04.00

Media dan Mediasi Budaya

Tribe Mee Paniai (BMP - Fotografer)
     Oleh : Ngurah Suryawan 
Manusia dalam hidup berkomunitas dan mereproduksi kebudayaannya memerlukan media sebagai ruang ekspresinya.Ruang bukan hanya tempat yang nir-historis (tanpa sejarah), tetapi penuh dengan imajinasi, ingatan, dan keterikatan manusia dengan identitasnya dan dengan demikian juga dengan kebudayaannya. Di dalam ruang yang mensejarah itulah manusia memerlukan media-media ekspresi kebudayaan untuk menegakkan identitas dirinya. 

Di pusat reproduksi makna kebudayaan—ruang dan media-media ekspresi kebudayaan—itulah kebudayaan terus-menerus diperdebatkan, diperbincangkan, dan dijadikan pijakan melalui sistemnilai dan norma-norma dalam hidup berkomunitas (bermasyarakat). Oleh karenaitulah sudah sepantasnya kebudayaan dipahami sebagai sebuah “gerakan sosial”yang akan terus-menerus berubah dan berada dalam wilayah ketegangan antara yangingin berubah dan mempertahankan kebudayaan. Melokalisir kebudayaan dalamtempat tertentu tentu sangat salah kaprah, ini disebabkan karena begitu liardan licinnya kebudayaan dipraktikkan melalui manusia-manusia yang menciptakannya. 
Marilah cobamerenungkan bagaimana kini kebudayaan-kebudayaan Papua terinterkoneksi(terhubung) dengan dunia luar. Implikasi dari keterhubungan ini adalah ketergoncangan yang terjadi akibat hadirnya kebudayaan baru yang sama sekali berbeda. Situasi“geger budaya” (kegagapan budaya) inilah yang menghadirkan gesekan-gesekan antara imajinasi lokal masyarakat tentang dirinya dan logika kapital global yang masuk melalui investasi-investasi yang mengeksploitasi sumber daya alamdan sumber daya manusia. 
Setiap jengkap tanah diTanah Papua ini tidak bisa dilepaskan dari tangan-tangan investasi global yangditunjukkan dengan masuknya berbagai jenis investor. Di sisi lain masyarakat lokal masih memerlukan adaptasi (penyesuaian) tentang mimpi dan imajinasi tentang diri dan kebudayaannya yang bergesekan dengan kebudayaan global.      
Dalam silang-sengkarutinilah orang Papua dihadapkan pada imajinasinya tentang diri dan identitas nya yang digadang-gadang sebagai “identitas atau kebudayaan asli Papua” dan realitas kekinian dimana akulturasi dengan begitu fluid (cairnya) kebudayaan memunculkan kemungkinan-kemungkinan pemaknaan baru tentang identitas dan budaya Papua yang lebih lentur dan in the making, dalam proses pembentukan terus-menerus tanpa henti.
Berbagai fenomena“ketersingkiran” secara halus namun pelan tapi pasti tengah mengiringi perjalanan kebudayaan di Tanah Papua. Berbagai ruang-ruang kebudayaan modern dipenuhi dengan materi-materi kebudayaan yang asing bagi mereka. Misalkan saja,kehadiran perkebunan kelapa sawit, pertanian, bangunan ruko (rumah toko), dan parapendatang yang membawa kebudayaan dan gairah berjuang untuk tetap survive(bertahan) di tanah rantau.       
Di tengah situasi seperti ini, mengakui serta memperjuangkan identitas dan kebudayaan menjadisangat problematik dan penuh dengan liku-liku. Oleh karena itulah di tengahsituasi seperti ini menjadi sangat penting upaya-upaya yang apresiatif untuk merekognisi (mengakui) kebudayaan masyarakat lokal. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang-ruang kebudayaan untuk mengekspresikan identitas dan jati dirimereka.  

Media-Budaya
Media-mediakebudayaan yang dipentaskan dalam ruang-ruang kebudayaan menjadi kebutuhan yangtidak bisa dianggap sepele. Media-media kebudayaan yang dimaksudkan adalahberbagai sarana-sarana yang menjadi “alat” untuk mengeskpresikan kebudayaan berbagai macam etnik yang ada di Tanah Papua ini. Media-media budaya sebenarnya hidup di tengah masyarakat dan menjadi simbol pemaknaan kebudayaan yang terus-menerus mereka lakukan. Namun, ditengah globalisasi dan modernisasi yang membayangkan kemajuan sebagai indikatornya, apresiasi terhadap media-media budaya yang tradisional dianggap ketinggalan zaman.
Media-media kebudayaan yang dimaksud adalah kesenian (ukir, tari, musik, suara) yang begitukaya di Tanah Papua. Masing-masing keseniaan ini mempunyai ruangnya yang menyejarah saling bertautan dalam penciptaan kebudayaan sebuah komunitas. Seniukir sebuah wilayah bisa merepresentasikan sistem pengetahuan dan religi sebuah komunitas. Melalui ukiran-ukiran kayu para seniman inilah pemaknaan sebuahkebudayaan sedang dilakukan terus-menerus, diperbincangkan, dan kemudian diwariskan menjadi sistem pengetahuan yang menandakan identitas mereka.
Di Tanah Papua,kesatuan kesenian (visual, tari, musik, nyanyian/suara) sudah menjadi ruh dan kehidupan masyarakat. Berbagai ekspresi kesenian ini adalah media-media budayayang akan terus tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Papua. Namun karena mimpi terhadap kemajuan dan modernitas yang diimpor dari cerita kesuksesan daerah-daerah lain, apresiasi terhadap media-media kebudayaan tradisional akhirnya tersingkir. Persoalannya bukan hanya tersingkirnya apresiasi-apresiasi tapi secara perlahan namun pasti transformasi (perubahan) sosial pun menjadi tantangan yang harus dihadapi di depan mata.        
Selain kesenian, mediacerita-cerita rakyat dan proses inisiasi adat adalah pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan yang paling menyentuh kehidupan seseorang. Jika dipahami lebih dalam, dalam cerita-cerita rakyat akan banyak terkandung nilai-nilai dalam kehidupan manusia. Lebih jauh, proses inisiasi adat yang dilakukan oleh sebuah komunitas atau etnik tertentu adalah pendidikan kebudayaan yang paling efektif dan berpengaruh dalam menciptakan karakter seseorang.
Media-media kebudayaanini di tengah situasi bertautannya dunia tradisional dan dunia masa depanseolah dianggap kehilangan spiritnya. Arnold Clements Ap, seorang tokoh kesenian dan kebudayaan Papua, pernah mengungkapkan pendapat tentang apa yang dikerjakannya bersama teman-temannya di Group Mambesak. “Mungkin kamu berpikir saya ini sedang melakukan hal bodoh, tapi inilah yang saya pikir dapat saya lakukan untuk rakyat, sebelum saya mati.” Apa yang dilakukan Arnold Ap dan Mambesak melalui media-media kebudayaan kesenian dalam hal ini adalah sesuatuyang membanggakan sekaligus menginspirasi. Salah satu hal yang tidak dapat terbeli dalam kehidupan ini salah satunya mungkin adalah kepuasan ketikaidentitas diri dan kebudayaannya terekspresikan dengan merdeka tampa tekanan.              

MediasiBudaya
Melakukan gerakan-gerakan apresiasi terhadap kebudayaan masyarakat adalah salah satu perspektif dalam studi kebudayaan. Mediasi kebudayaan bisa diartikan sebagai perspektif yang melihat pelibatan/pengikut sertaan perspektif kebudayaan dalam memecahkan suatu permasalahan. Perspektif kebudayaan yang dimaksudkan adalah suatu pemahaman bahwa segala macam permasalahan terkandung aspek kebudayaan. Analisis kebudayaan inilah yang menjadi sumbangan dari gerakan-gerakan mediasi kebudayaan.
Tentang apa itu kebudayaan dan bagaimana perspektif yang terdapat di dalamnya menjadi perdebatan yang tiada ujung dan akhir. Begitu banyak teori dan perspektif kebudayaan dengan metodologinya amsing-masing. Jika menganggap kebudayaan ituterus bergerak dan berubah sesuai dengan konteks ruang dan waktu, perspektiftrans formatif yang emansipatoris sangatlah tepat dirujuk. Paradigma kebudayaanini memandang bahwa pemaknaan kebudayaan lahir dari proses belajar bersama antara masyarakat dan orang lain yang ingin belajar tentang kebudayaannya.Dengan demikian, pengetahuan terlahir dari proses negosiasi dan saling belajar.Perspektif ini jauh dari pemikiran bahwa kebudayaan adalah datang jatuh dari langit dan ada begitu saja (taken forgranted). Kebudayaan adalah proses pemaknaan berupa sistem nilai dan normadalam sebuah komunitas yang akan terus berubah-ubah sesuai dengan konteks ruang yang menyejarah dan waktu.
Gerakan mediasi-mediasi kebudayaan bisa tercermin dari digunakannya perspektif kebudayaan yang transformatif emansipatoris dalam membaca perubahan sosial  di tengah masyarakat. Mediasi kebudayaan bisa juga terlihat dari keberpihakan dalam memfasilitasi ekspresi-ekspresi kebudayaan lokal yang tumbuhdan berkembang menjadi identitas dan martabat masyarakat Papua.
Selama ini, ekspresi identitas kebudayaan lokal Papua telah direpresi dengan stigma separatis karena alasan stabilitas atau dianggap kuno tidak sesuai dengan kebudayaan modern. Mengapresiasi kebudayaan losal dengan berbagai medianya adalah bentuk gerakan sosial yang paling ampuh untuk merekognisi identitas dan martabat diri. Dengan demikian kita juga telah memediasi gerakan-gerakan kebudayaan baru untuk memunculkan kemungkinan-kemungkinan orang Papua memikirkan dunia lainnya dengan tetap berakarkan identitas kebudayaannya. (Dimuat di Harian Manokwari Express, 25 Februari 2014              



0 komentar:

Posting Komentar